ULAMA
M. Nanang Qosim
1. PENDAHULUAN
Ulama yang secara leksikal berarti orang yang berpengetahuan mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat Islam. Kedudukannya yang sangat penting tersebut, tidak saja dikarenakan fungsinya sebagai tempat rujukan masyarakat dalam menghadapi berbagai persoalan keagamaan yang mereka hadapi, akan tetapi pada masyarakat tertentu dan pada masa tertentu ulama pun mempunyai peran yang cukup significan dalam masalah-masalah sosial, politik, maupun kenegaraan.
Pentingnya kedudukan ulama dalam masyarakat Islam tersebut pada awalnya dilandasi oleh keterangan dari teks-teks al-Quran dan al-Hadits. Kemudian kandungan dari teks-teks tersebut menjadi filosofi dan norma yang dianut oleh masuarakat Islam sejak sepeninggalnya Rasulullah sampai sekarang. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan kedudukan ulama di sisi Allah. Dalam surat al-Mujadalah Allah SWT berfirman : “ Allah akan mengangat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu lebih tinggi beberapa derajat “ . Bahkan dalam surat Ali Imran ayat 18, Allah SWT menyebut diri-Nya bersama para malaikat dan orang-orang yang berilmu dalam persaksian akan keesaan-Nya.
Demikian juga banyak sekali hadits-hadits nabi yang menjelaskan tingginya kedudukan ulama. Salah satu teks yang mendukung posisi di atas adalah hadits nabi yang berbunyi ‘Innal ‘Ulama waratsah al-anbiya ‘ ( sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi ). Menurut Ibn Hajar Al-Atsqalani (773 - 852 ), dalam Fath al- Bary, hadits tersebut adalah hadits yang ditemukan dalam beberapa kitab hadits, antara lain dalam kitab-kitab Abu Dawud, Al-Turmudzy dan Ibnu Hibban. Hadits ini dipandang shahih oleh Al-Hakim, hasan oleh Hamzah Al-Kinany, dan dilemahkan oleh para ulama hadits lainnya, disebabkan karena idhtirab, kekacauan dan kesimpangsiuran para perawinya. ( Ibn Hajar, 1959 : 169 )
Imam Bukhari menulis hadits di atas di dalam sahihnya, tetapi beliau tidak menyatakan bahwa ungkapan tersebut adalah hadits Nabi saw. Pencantumannya pada kitab tersebut memberi arti bahwa ungkapan tersebut mempunyai dasar yang diperkuat oleh al-Quran dengan firman Allah : Kemudian K ami wariskan al-Kitab kepada yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami ( Q.S 35 : 32 )
Untuk mengetahui siapakah ulama itu, sebaiknya kita membuka lembaran Al-Quran dan hadits. karena keduanya banyak membicarakan hal itu. Kata ‘ulama disebutkan di dalam Al-Quran sebanyak dua kali. Pertama, dalam konteks ajakan Al-Quran untuk memperhatikan turunnya hujan dari langit, beraneka ragamnya buah-buahan, gunung, binatang dan manusia yang kemudian diakhiri dengan firmannya, Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. ( Q.S 35 : 28 ) Ayat ini menggambarkan bahwa yang dinamakan ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah yang bersifat kauniyah. Kedua, dalam konteks pembicaraan Al-Quran yang kebenaran kandungannya telah diakui oleh ulama Bani Israil ( Q.S 26 : 197 )
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan ulama menurut Al-Quran adalah mereka yang mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun quraniyyah, dan dengan pengetahuan tersebut mereka mempunyai sifat khosyyah dan taqwa.
2. BATASAN MASALAH
Hadits-hadits nabi yang berkaitan dengan masalah ulama cukup banyak ragamnya, seperti yang berkaitan dengan kedudukannya, karakteristiknya, dan tugas-tugasnya. Karena begitu banyaknya hadits-hadits yang berkaitan dengan ulama dalam berbagai aspeknya, maka pada makalah ini penulis hanya akan mencoba mengungkap salah satu aspek saja, yaitu bagaimana karakteristik-karakteristik ulama menurut hadits nabi. Semua hadits nabi yang berkaitan dengan ulama dikumpulkan kemudian diklasifikasi berdasarkan masalahnya. Setelah itu dianalisis dan dikaitkan dengan masalah-masalah yang berkembang sekarang. Perlu diketahui pula bahwa dalam makalah ini tidak dimasukkan semua hadits yang berkaitan dengan karakteristik ulama. Pemakalah hanya membatasi sebanyak 10 hadits yang dianggap penting dan mewakili.
3. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK ULAMA MENURUT HADITS NABI DAN UPAYA RELEVANSINYA
3.1. Ulama yang mengamalkan ilmunya
1) Bersabda Rasulullah SAW : “Orang ‘alim, ilmu, dan amal ada di dalam surga. Jika seorang ‘alim tidak mengamalkan apa yang diketahuinya maka ilmu dan amalnya berada di surga, sedangkan orang ‘alim tersebut ada di dalam neraka “. (H.R Dailami )
2) Bersabda Rasulullah SAW : “ Seseorang tidak dikatakan ‘alim sebelum dia melaksanakan apa yang diketahuinya “. ( H.R Baihaqi dari Abi Darda )
3) Bersabda Rasulullah SAW : “ Di akhir zaman akan ada para ahli ibadah yang bodoh dan para ulama yang fasik “. ( H.R Hakim dari Anas )
4) Bersabda Rasulullah SAW : “ Ilmu itu ada dua. Pertama ilmu di lisan. Itu merupakan hujjah Allah pada makhluknya. Dan kedua ilmu dalam hati. Itulah ilmu yang bermanfaat “. ( H.R Tirmidzy dari Jabir )
Kemampuan seorang ‘alim untuk melaksanakan apa yang diketahuinya merupakan indikasi bahwa pengetahuannya tersebut masuk ke dalam hatinya. Amal merupakan buah dari ilmu. Ilmu dapat dilihat berbuah atau tidak melalui amal. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diwujudkan dengan amal perbuatan.
Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan, bahwa yang dimaksud dengan ‘ulama menurut Al-Quran adalah mereka yang mempunyai pengetahuan apa saja tentang ayat-ayat Allah dan dibarengi dengan sifat khosyyah. Maka yang dimaksud dengan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu apa saja yang dengannya dapat menjadikan seorang ‘alim lebih merasa takut dan taqwa kepada Allah. Ilmu yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya, apabila dia mampu melaksanakan; sedangkan bermanfaat bagi orang lain,apabila ilmu tersebut mampu menunjukkan orang lain kepada jalan kebaikan.
3.2. Bersifat Wara
5) Bersabda Rasulullah SAW : “ Yang celaka dari ummatku adalah seorang ‘alim yang suka maksiat serta seorang abid yang bodoh. Sejahat-jahatnya orang jahat adalah orang jahat dari kalngan ulama. Dan sebaik-baiknya orang baik adalah orang yang paling baik dari kalangan ulama “. ( H.R darimi dari Akhwash )
6) Bersabda R asulullah SAW : “Sifat adil itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para penguasa; sifat pemurah itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para hartawan; sifat wara itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para ‘ulama; sabar itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh kaum papa; bertaubat itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para pemuda; dan pemalu itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh kaum perempuan “. ( H.R Dailami dari Umar )
Sifat wara merupakan sifat yang harus selalu melekat pada diri seorang ulama. Wara adalah kemampuan seorang ‘alim untuk selalu menjaga diri dari kemungkinan terjerumus pada perbuatan-perbuatan tercela. Seorang ‘alim yang melaksanakan ilmunya dia akan bersifat wara. Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa sifat wara itu baik, akan tetapi lebih baik lagi jika dimiliki oleh ulama. Pentingnya seorang ulama memiliki sifat wara ini, karena ulama merupakan panutan masyarakat. Semua perbuatan dan tingkah lakunya akan selalu diperhatikan dan diikuti oleh ummatnya. Sehingga jika dia salah maka ummatpun akan mengikutinya.
3.3. Tidak Ambisi terhadap Harta dan Kekuasaan
7) Bersabda Rasulullah SAW : “ Sejahat-jahatnya ulama adalah ulama yang mendatangi penguasa. Dan sebaik-baiknya penguasa adalah mereka yang mendatangi ulama ". ( H.R Ibnu Majah dari Abu Hurairah )
8) Bersabda Rasulullah SAW : “Para ulama adalah kepercayaannya para rasul selama mereka tidak berkecimpung dengan kekuasaan serta memasuki keduniaan. Jika mereka berkecimpung dengan urusan kekuasaan serta memasuki urusan keduniaan, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Oleh karena itu hati-hatilah terhadap mereka. ( H.R Al-’Aqili dari Anas )
Hadits di atas memberi pengertian kepada kita bahwa diantara karakteristik ulama adalah tidak ambisi terhadap harta dan kekuasaan. Ungkapan “selama dia tidak bergaul dengan penguasa dan memasuku urusan keduniaan “. Kalau kita mengambil pengertian seperti di atas, bagaimana kalau seorang ulama datang kepada penguasa dalam rangka membicarakan ummat atau untuk menasihati penguasa yang bersangkutan. Hal ini tentunya bukan merupakan perbuatan terlarang dan bahkan bisa dianggap sebagai perbuatan terpuji. Dan dari segi lain perbuatan tersebut jelas menguntungkan ummat. Kalau seorang ulama tidak mau datang kepada penguasa dengan alasan hadits di atas, maka untuk masa sekarang ini akan sangat merugikan ummat Islam pada umumnya. Pemakalah lebih setuju jika ungkapan di atas diterjemahkan dengan “ tidak berambisi pada persoalan kekuasaan dan harta benda “. Sebab perbuatan ambisi ini dapat menjerumuskan seseorang untuk berbuat yang tidak terpuji.
3.4. Ikhlas dalam beramal dan tidak bersifat dengki
9) Bersabda Rasulullah SAW : “Janganlah kamu mempelajari ‘ilmu untuk merendahkan ‘ulama serta membingungkan masyarakat sehingga arah manusia akan berbalik padamu. Maka barang siapa yang berbuat demikian ia berada dalam neraka “. ( H.R Ibnu Majah dari Jabir )
Ilmu yang dimiliki oleh seorang ‘alim hendaklah digunakan untuk tujuan-tujuan kebaikan ummat, bukan hanya untuk kebaikan bagi dirinya sendiri. Seorang ‘alim hendaklah memanfaatkan ilmunya bukan untuk memperoleh popularitas, dan bukan pula untuk menyaingi sesama ulama lainnya.
3.5. Bersikap amanah dalam menyampaikan ilmu
10) Bersabda Rasulullah SAW :“ Barang siapa yang ditanya tentang suatu pengetahuan kemudian dia menyembunyikannya, dia pada hari kiamat akan dikendalikan dengan kendali dari neraka “. ( H.R Abu Dawud dari Tirmidzy )
Seorang ‘alim hendaklah menyampaikan pengetahuan yang ia ketahui kepada orang lain yang membutuhkannya. Pengetahuan adalah anugrah Allah yang merupakan milik ummat. Semua manusia berhak untuk menikmati dan mendapatkan petunjuk dari ilmunya seorang ulama. Berdasarkan hadits di atas bahwa seorang ulama yang menyembunyikan ilmunya maka Allah SWT akan mengendalikannya dengan kendali api neraka di akhirat nanti. ( H.R Abu Dawud dari Tirmidzy )
4. KESIMPULAN
Dengan melihat beberapa hadits Rasulullah di atas kita bisa melihat bahwa karakteristik- karakteristik ulama adalah sbb :
1. mengirinya ilmu yang diketahuinya dengan perbuatan-perbuatan nyata
2. bersikap wara
3. tidak ambisi pada kekuasaan dan harta dunia
4. bersikap ikhlas dan tidak dengki
5. bersikap amanah dalam menyampaikan ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Bukhary ( 1996 ) Shahih Bukhari, Beirut : Darul-Fikr
Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Ihya ‘Ulum al-Din, Juz I Beirut : Darul-Fikr.
Hasyimy bek , Ahmad ( 1948 ) Mukhtaru al-Ahadits Nabawiyyah wal Hikam al-Muhammadiyyah. Indonesia : Maktabah Dar al-Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah.
Nawawy, Muhyiddin Abi Zakaria Yahya ( 1938 ) Riyadush Sholihin min Kalamil-
Mursalin, Mesir : Mustafa al-Baby al-Halaby
Quraish Shihab ( 1995 ) Membumikan Al-Quran, Bandung : Mizan
Ulama yang secara leksikal berarti orang yang berpengetahuan mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat Islam. Kedudukannya yang sangat penting tersebut, tidak saja dikarenakan fungsinya sebagai tempat rujukan masyarakat dalam menghadapi berbagai persoalan keagamaan yang mereka hadapi, akan tetapi pada masyarakat tertentu dan pada masa tertentu ulama pun mempunyai peran yang cukup significan dalam masalah-masalah sosial, politik, maupun kenegaraan.
Pentingnya kedudukan ulama dalam masyarakat Islam tersebut pada awalnya dilandasi oleh keterangan dari teks-teks al-Quran dan al-Hadits. Kemudian kandungan dari teks-teks tersebut menjadi filosofi dan norma yang dianut oleh masuarakat Islam sejak sepeninggalnya Rasulullah sampai sekarang. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan kedudukan ulama di sisi Allah. Dalam surat al-Mujadalah Allah SWT berfirman : “ Allah akan mengangat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu lebih tinggi beberapa derajat “ . Bahkan dalam surat Ali Imran ayat 18, Allah SWT menyebut diri-Nya bersama para malaikat dan orang-orang yang berilmu dalam persaksian akan keesaan-Nya.
Demikian juga banyak sekali hadits-hadits nabi yang menjelaskan tingginya kedudukan ulama. Salah satu teks yang mendukung posisi di atas adalah hadits nabi yang berbunyi ‘Innal ‘Ulama waratsah al-anbiya ‘ ( sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi ). Menurut Ibn Hajar Al-Atsqalani (773 - 852 ), dalam Fath al- Bary, hadits tersebut adalah hadits yang ditemukan dalam beberapa kitab hadits, antara lain dalam kitab-kitab Abu Dawud, Al-Turmudzy dan Ibnu Hibban. Hadits ini dipandang shahih oleh Al-Hakim, hasan oleh Hamzah Al-Kinany, dan dilemahkan oleh para ulama hadits lainnya, disebabkan karena idhtirab, kekacauan dan kesimpangsiuran para perawinya. ( Ibn Hajar, 1959 : 169 )
Imam Bukhari menulis hadits di atas di dalam sahihnya, tetapi beliau tidak menyatakan bahwa ungkapan tersebut adalah hadits Nabi saw. Pencantumannya pada kitab tersebut memberi arti bahwa ungkapan tersebut mempunyai dasar yang diperkuat oleh al-Quran dengan firman Allah : Kemudian K ami wariskan al-Kitab kepada yang Kami pilih dari hamba-hamba Kami ( Q.S 35 : 32 )
Untuk mengetahui siapakah ulama itu, sebaiknya kita membuka lembaran Al-Quran dan hadits. karena keduanya banyak membicarakan hal itu. Kata ‘ulama disebutkan di dalam Al-Quran sebanyak dua kali. Pertama, dalam konteks ajakan Al-Quran untuk memperhatikan turunnya hujan dari langit, beraneka ragamnya buah-buahan, gunung, binatang dan manusia yang kemudian diakhiri dengan firmannya, Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. ( Q.S 35 : 28 ) Ayat ini menggambarkan bahwa yang dinamakan ulama adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah yang bersifat kauniyah. Kedua, dalam konteks pembicaraan Al-Quran yang kebenaran kandungannya telah diakui oleh ulama Bani Israil ( Q.S 26 : 197 )
Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan ulama menurut Al-Quran adalah mereka yang mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun quraniyyah, dan dengan pengetahuan tersebut mereka mempunyai sifat khosyyah dan taqwa.
2. BATASAN MASALAH
Hadits-hadits nabi yang berkaitan dengan masalah ulama cukup banyak ragamnya, seperti yang berkaitan dengan kedudukannya, karakteristiknya, dan tugas-tugasnya. Karena begitu banyaknya hadits-hadits yang berkaitan dengan ulama dalam berbagai aspeknya, maka pada makalah ini penulis hanya akan mencoba mengungkap salah satu aspek saja, yaitu bagaimana karakteristik-karakteristik ulama menurut hadits nabi. Semua hadits nabi yang berkaitan dengan ulama dikumpulkan kemudian diklasifikasi berdasarkan masalahnya. Setelah itu dianalisis dan dikaitkan dengan masalah-masalah yang berkembang sekarang. Perlu diketahui pula bahwa dalam makalah ini tidak dimasukkan semua hadits yang berkaitan dengan karakteristik ulama. Pemakalah hanya membatasi sebanyak 10 hadits yang dianggap penting dan mewakili.
3. KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK ULAMA MENURUT HADITS NABI DAN UPAYA RELEVANSINYA
3.1. Ulama yang mengamalkan ilmunya
1) Bersabda Rasulullah SAW : “Orang ‘alim, ilmu, dan amal ada di dalam surga. Jika seorang ‘alim tidak mengamalkan apa yang diketahuinya maka ilmu dan amalnya berada di surga, sedangkan orang ‘alim tersebut ada di dalam neraka “. (H.R Dailami )
2) Bersabda Rasulullah SAW : “ Seseorang tidak dikatakan ‘alim sebelum dia melaksanakan apa yang diketahuinya “. ( H.R Baihaqi dari Abi Darda )
3) Bersabda Rasulullah SAW : “ Di akhir zaman akan ada para ahli ibadah yang bodoh dan para ulama yang fasik “. ( H.R Hakim dari Anas )
4) Bersabda Rasulullah SAW : “ Ilmu itu ada dua. Pertama ilmu di lisan. Itu merupakan hujjah Allah pada makhluknya. Dan kedua ilmu dalam hati. Itulah ilmu yang bermanfaat “. ( H.R Tirmidzy dari Jabir )
Kemampuan seorang ‘alim untuk melaksanakan apa yang diketahuinya merupakan indikasi bahwa pengetahuannya tersebut masuk ke dalam hatinya. Amal merupakan buah dari ilmu. Ilmu dapat dilihat berbuah atau tidak melalui amal. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diwujudkan dengan amal perbuatan.
Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan, bahwa yang dimaksud dengan ‘ulama menurut Al-Quran adalah mereka yang mempunyai pengetahuan apa saja tentang ayat-ayat Allah dan dibarengi dengan sifat khosyyah. Maka yang dimaksud dengan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu apa saja yang dengannya dapat menjadikan seorang ‘alim lebih merasa takut dan taqwa kepada Allah. Ilmu yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya, apabila dia mampu melaksanakan; sedangkan bermanfaat bagi orang lain,apabila ilmu tersebut mampu menunjukkan orang lain kepada jalan kebaikan.
3.2. Bersifat Wara
5) Bersabda Rasulullah SAW : “ Yang celaka dari ummatku adalah seorang ‘alim yang suka maksiat serta seorang abid yang bodoh. Sejahat-jahatnya orang jahat adalah orang jahat dari kalngan ulama. Dan sebaik-baiknya orang baik adalah orang yang paling baik dari kalangan ulama “. ( H.R darimi dari Akhwash )
6) Bersabda R asulullah SAW : “Sifat adil itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para penguasa; sifat pemurah itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para hartawan; sifat wara itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para ‘ulama; sabar itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh kaum papa; bertaubat itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh para pemuda; dan pemalu itu baik, tetapi lebih baik jika dimiliki oleh kaum perempuan “. ( H.R Dailami dari Umar )
Sifat wara merupakan sifat yang harus selalu melekat pada diri seorang ulama. Wara adalah kemampuan seorang ‘alim untuk selalu menjaga diri dari kemungkinan terjerumus pada perbuatan-perbuatan tercela. Seorang ‘alim yang melaksanakan ilmunya dia akan bersifat wara. Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa sifat wara itu baik, akan tetapi lebih baik lagi jika dimiliki oleh ulama. Pentingnya seorang ulama memiliki sifat wara ini, karena ulama merupakan panutan masyarakat. Semua perbuatan dan tingkah lakunya akan selalu diperhatikan dan diikuti oleh ummatnya. Sehingga jika dia salah maka ummatpun akan mengikutinya.
3.3. Tidak Ambisi terhadap Harta dan Kekuasaan
7) Bersabda Rasulullah SAW : “ Sejahat-jahatnya ulama adalah ulama yang mendatangi penguasa. Dan sebaik-baiknya penguasa adalah mereka yang mendatangi ulama ". ( H.R Ibnu Majah dari Abu Hurairah )
8) Bersabda Rasulullah SAW : “Para ulama adalah kepercayaannya para rasul selama mereka tidak berkecimpung dengan kekuasaan serta memasuki keduniaan. Jika mereka berkecimpung dengan urusan kekuasaan serta memasuki urusan keduniaan, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Oleh karena itu hati-hatilah terhadap mereka. ( H.R Al-’Aqili dari Anas )
Hadits di atas memberi pengertian kepada kita bahwa diantara karakteristik ulama adalah tidak ambisi terhadap harta dan kekuasaan. Ungkapan “selama dia tidak bergaul dengan penguasa dan memasuku urusan keduniaan “. Kalau kita mengambil pengertian seperti di atas, bagaimana kalau seorang ulama datang kepada penguasa dalam rangka membicarakan ummat atau untuk menasihati penguasa yang bersangkutan. Hal ini tentunya bukan merupakan perbuatan terlarang dan bahkan bisa dianggap sebagai perbuatan terpuji. Dan dari segi lain perbuatan tersebut jelas menguntungkan ummat. Kalau seorang ulama tidak mau datang kepada penguasa dengan alasan hadits di atas, maka untuk masa sekarang ini akan sangat merugikan ummat Islam pada umumnya. Pemakalah lebih setuju jika ungkapan di atas diterjemahkan dengan “ tidak berambisi pada persoalan kekuasaan dan harta benda “. Sebab perbuatan ambisi ini dapat menjerumuskan seseorang untuk berbuat yang tidak terpuji.
3.4. Ikhlas dalam beramal dan tidak bersifat dengki
9) Bersabda Rasulullah SAW : “Janganlah kamu mempelajari ‘ilmu untuk merendahkan ‘ulama serta membingungkan masyarakat sehingga arah manusia akan berbalik padamu. Maka barang siapa yang berbuat demikian ia berada dalam neraka “. ( H.R Ibnu Majah dari Jabir )
Ilmu yang dimiliki oleh seorang ‘alim hendaklah digunakan untuk tujuan-tujuan kebaikan ummat, bukan hanya untuk kebaikan bagi dirinya sendiri. Seorang ‘alim hendaklah memanfaatkan ilmunya bukan untuk memperoleh popularitas, dan bukan pula untuk menyaingi sesama ulama lainnya.
3.5. Bersikap amanah dalam menyampaikan ilmu
10) Bersabda Rasulullah SAW :“ Barang siapa yang ditanya tentang suatu pengetahuan kemudian dia menyembunyikannya, dia pada hari kiamat akan dikendalikan dengan kendali dari neraka “. ( H.R Abu Dawud dari Tirmidzy )
Seorang ‘alim hendaklah menyampaikan pengetahuan yang ia ketahui kepada orang lain yang membutuhkannya. Pengetahuan adalah anugrah Allah yang merupakan milik ummat. Semua manusia berhak untuk menikmati dan mendapatkan petunjuk dari ilmunya seorang ulama. Berdasarkan hadits di atas bahwa seorang ulama yang menyembunyikan ilmunya maka Allah SWT akan mengendalikannya dengan kendali api neraka di akhirat nanti. ( H.R Abu Dawud dari Tirmidzy )
4. KESIMPULAN
Dengan melihat beberapa hadits Rasulullah di atas kita bisa melihat bahwa karakteristik- karakteristik ulama adalah sbb :
1. mengirinya ilmu yang diketahuinya dengan perbuatan-perbuatan nyata
2. bersikap wara
3. tidak ambisi pada kekuasaan dan harta dunia
4. bersikap ikhlas dan tidak dengki
5. bersikap amanah dalam menyampaikan ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Bukhary ( 1996 ) Shahih Bukhari, Beirut : Darul-Fikr
Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Ihya ‘Ulum al-Din, Juz I Beirut : Darul-Fikr.
Hasyimy bek , Ahmad ( 1948 ) Mukhtaru al-Ahadits Nabawiyyah wal Hikam al-Muhammadiyyah. Indonesia : Maktabah Dar al-Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah.
Nawawy, Muhyiddin Abi Zakaria Yahya ( 1938 ) Riyadush Sholihin min Kalamil-
Mursalin, Mesir : Mustafa al-Baby al-Halaby
Quraish Shihab ( 1995 ) Membumikan Al-Quran, Bandung : Mizan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga menjadi yang terbaik......